senja mengajariku arti perpisahan. di sudut beranda
matahari melepas gaun bercahaya. dalam satu kecupan saja
kata-kata lebur melabur warna merah, jingga
serta nila yang bersenyawa di luas udara. kulihat
dedaun runduk memanggul makna,
keberangkatan ini
merupa hangat yang berkhianat pada lembut cuaca
adakah serupa jelaga?
sayu tatapanmu menyimpan malam yang sempurna
namun dinginnya tiada sampai membangun sarang
sarang bagi jalan kesetiaan yang lebih panjang dan fana. kini
rumah batinku hidup dalam cekal bebayang
sembari masih kusimpan lanskap lukisan senja
—di mana kabut-kabut muda berkejaran
dengan gelap dan lindap yang berarak,
berduyun dan bersorai
menuju belahan lain dari waktu
yang membatu
di ceruk lesung pipimu
nurita, senja adalah lembar terakhir sekaligus pertama
yang musti kau baca dalam bahasa sederhana
aksara bertebaran seakan melepas muatan
harapan membisu ketika tak tersua sajak
dalam kilat remang senja di matamu
yang kuyakini, waktu tak pernah susut dan undur
meski gerak jenteranya sengaja kau kubur
dalam uzur mazmur, kerikil pasir
dalam timbun batu berlumut anyir
nurita, kabarkan senja yang lain
yang ada melebihi dingin
Surabaya, 2007
(Abimardha Kurniawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar