andai yang padam malam ini dering rinduku
tak kujemput ketukanmu di hulu segala pintu.
ayahku telah membuat perahu, meyihir ruang tamu
jadi ruang tunggu dan laut tanpa warna biru.
pada dua tempat itu, menunggu ibuku
menanggung wajah sepah, selelah minyak berjelantah
tak ada yang bisa kupanggil adik
kecuali sebaris lirik dan enam bingkai potret diam
bergambar balita dengan mata digayuti malam yang curam.
semua berangkat menua, seakan semua perlu
menuju kecup di bibir para debu
tapi, mataku menyigi pasti
kuhunus seratus endus, dan aku berlayar
mengumbar dengar yang tak berpagar
aku pun memburu wujud masa lalu
:tempat semua pangkal dan ujung saling berhubung
berpelukan, di hadapan dian dan sampiran
barangkali nanti, setelah kutemukan semua itu
ayah, pulangkan ke tepian perahu buatanmu
lambaian ibu masih menunggu
seperti pembangkang yang tak lekang
memukul lengang dengan parang dan adegan perang
Surabaya, 9 April 2009
(Abimardha Kurniawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar